Akhir-akhir ini, banyak polemik seputar
organisasi Support Group and Resource
Center on Sexuality Studies, University of Indonesia (SGRC-UI). SGRC
singkatnya ialah organisasi yang membahas isu-isu gender dan seksualitas. Konflik
pun muncul dengan sangat cepat diberbagai kalangan, bahkan pihak kampus-UI, terkait
dengan kerja sama SGRC-UI dengan Melela.org (Komunitas LGBT). Sehingga, banyak
orang yang menyamakan organisasi SGRC dengan komunitas LGBT (Lesbian, Gay,
Biseksual, dan Transgender).
Saya pribadi kurang mengetahui secara
persis awal terjadinya konflik tersebut, namun saya ingin melihat persoalan di
atas pada tataran pemikiran, khususnya di Indonesia, dan bukan untuk memihak
atau menjelekan yang satu dengan yang lain. Menurut saya, isu ini merupakan
persoalan klasik yang selalu terjadi di setiap perkembangan pemikiran dalam
masyarakat, di mana ide-ide segar itu bertentangan dengan ide-ide yang
konservatif (berpegang tegus pada pandangan lama, seperti nilai adat dan norma
agama). Tentu saja, kita ketahui bahwa ide tentang LGBT ini datang dari dunia
barat, yang sudah mengalami pergolakan pemikiran sangat lama. Permasalahannya di
sini adalah apakah bisa LGBT diterima secara luas di masyarakat Indonesia, yang
bisa dibilang kebanyakan masyarakatnya berpendidikan rendah dan lebih mempercayai
nilai-nilai luhur.
Sebagai sebuah ide, LGBT tentu sesuatu
hal yang bagus, yaitu ingin menyetarakan hak-hak kaum lesbian, gay, biseksual, dan
transgender di dalam masyarakat karena pada dasarnya kedudukan manusia sama. Dengan
kata lain, LGBT ialah orang yang orientasi seksualnya tidak seperti pada
umumnya dan ingin hidup normal layaknya sepasang kekasih. Tetapi, penerapan
atau penyebarannya pada konteks masyarakat di Indonesia, menurut saya cukup
terburu-buru. Karena masyarakat belum bisa menyesuaikan diri dan pemikiran
mereka dengan hal baru tersebut, terlebih lagi bila hal itu sangat berbeda 180O
derajat dari pandangan mereka semula. Sehingga, ide-ide baru itu tidak bisa diterima
oleh mereka bahkan menolaknya. Hal ini butuh melihat kondisi di Indonesia
sendiri yang masih sangat minim terhadap keterbukaan pemikiran. Contohnya seperti
ide tentang HAM (Hak Asasi Manusia), di Indonesia ide tersebut sampai sekarang
masih dipertanyakan dan banyak pelanggaran atasnya. Begitu juga dengan
Feminisme, yang muncul belakangan, di Indonesia untuk penyetaraan hak-hak kaum
perempuan dan perannya dalam kehidupan bermasyarakat masih sering terjadi
pelecehan. Lalu bagaimana dengan LGBT? Perannya dan haknya di dalam masyarakat
Indonesia? Apakah bisa ditoleransikan? Tentu pertanyaan tersebut belum bisa
dijawab dengan mantap, baik oleh masyarakat maupun komunitas LGBT sendiri.
Saya khawatir nantinya pemikiran LGBT akan
menjadi pemikiran yang undergraund
(bergerak sembunyi-sembunyi), maksudnya secara sosial LGBT tidak diakui namun gagasan
itu terus hidup di diri masing-masing penganutnya. Pemikiran yang underground menurut saya bukan sesuatu
hal baru, karena disadari maupun tidak, sudah ada pemikiran seperti itu di
Indonesia. Misalnya, paham atheis yang banyak dianut di kalangan pemuda. Mereka
dengan gagasan yang dianutnya tidak ingin diangkat ke publik atau ingin tetapi
tidak diakui secara negara, lalu untuk berjalin relasi dengan masyarakat mereka
tetap menganut paham yang sesuai dengan aturan negara. Sehingga, bila hal itu
terjadi pada pemikiran LGBT, maka apa jadinya pada diri kita, pemikiran kita. Kita
sebagai bangsa Indonesia akan terpuruk dalam hal perkembangan pemikiran. Di mana
dunia barat telah berdiskusi tentang hak pada diri hewan dan alam, sedangkan
LGBT sudah lumrah.
Saya tidak bermaksud untuk menjelaskan
kelebihan atau kekurangan dari teori LGBT karena setiap teori memiliki
kelemahan dan kelebihan masing-masing. Saya pribadi hanya mencemaskan perkembangbiakan
manusia ke depan nantinya jika kita semua memiliki pemikiran LGBT. Bukan mengkritik
melainkan melihat kemungkinan konsekuensi yang terjadi. Dan, saya sayangkan bila LGBT hanya sekedar narsisisme
pemikiran semata.
Sekali lagi, pembahasan di sini pure hanya untuk berpikir reflektif.
Oleh, author blog.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar